Thursday, February 9, 2012

Tradisi Bajapuik

Hari ini saya tertarik untuk menulis tentang Padang dan sekitarnya.Memang kalau bicara tentang Sumatera Barat yang terkenal adalah Padang-nya, padahal di provinsi tersebut terdapat kota-kota lain yang menarik untuk diperhatikan, seperti Solok, Payakumbuh, Bukittinggi, Batusangkar, Pariaman,dll.
Salah satu cita-cita saya adalah berkunjung ke kota-kota di Sumatera Barat, khususnya ke Kota Padang. Tapi sampai saat ini cita-citaku itu belum terlaksana. Jika Allah SWT menghendaki, saya insyaALLAH akan ke sana. amiin...

Saya memang tertarik dengan yang berbau 'ke-Padang-an' karena menurut saya budaya sana sangat menarik dan menakjubkan,hehe. Makanan Padang juga menarik di lidah. Makanya, saya cukup sering mengkonsumsi Nasi Padang sebagai makanan pokok bagi saya. (Waaah banyak lemak yaa...).
Tidak cuma itu, yang saya tau sebagian besar orang Padang itu pekerja keras dan baik hati. Hmmm.... mungkin gag semuanya sih, tapi yang saya kenal memang mereka pekerja keras dan baik hati. Kebetulan saya mempunyai banyak teman di jurusan saya, Teknik Perminyakan ITB angkatan 2010 yang berasal dari Padang (dan sekitarnya), seperti Iqbal Tri Putra, Miftah Hidayat, Ikhwanul Wadudi, Bayu Wilantara, Ardi Azhari. Di jurusan lain pun sangat banyak yang dari kawasan Padang (Padang-ers). Yang saya ketahui,sekali lagi mereka adalah orang-orang yang pekerja keras dan menarik. Eh..maksudku pekerjakeras dan baik hati. Banyak juga kok yang berdarah Padang tetapi tidak tinggal di sana.Orang Padang memang suka merantau.

Naah, sebenarnya yang akan saya bicarakan adalah salah satu budaya di sana, tepatnya di Pariaman, yaitu budaya yang disebut Bajapuik. Saya mendapatkan cerita dan penjelasan dari teman saya yang berasal dari sana, sebut saja Dandelion ^^.
Katanya, budaya Bajapuik adalah budaya yang mengharuskan seorang wanita yang mau menikah membayar sejumlah uang kepada sang calon suami yang besarnya sudah ditetapkan. Jadi, semacam 'membeli' calon suami. Makin tinggi derajat dan pangkat yang dimiliki sang calon suami, 'harga'nya makin mahal. Bahkan, Dandelion bercerita bahwa untuk menikah dengan seorang dokter atau pengusaha, sang calon istri harus membayar sejumlah uang yang jumlahnya bisa dipakai untuk membeli satu unit sedan (merk-nya sedan apa tidak diceritakan oleh temanku ini.hehe). Ini contoh ajja betapa besar perjuangan seorang wanita untuk menikah.

Yang menjadi masalah adalah budaya ini berbanding terbalik dengan ajaran yang diajarkan oleh Syariah Islam. Kalau di dalam agama Islam justru sang calon suami lah yang memberikan mahar, bahkan sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah pihak. Hal ini karena memang laki-laki telah diberi kelebihan dibanding wanita dalam hal tanggungjawab. Artinya, laki-laki yang menikahi seorang wanita telah siap untuk mengambil alih tanggungjawab terhadap sang wanita dari orangtuanya.

Seorang laki-laki yang akan menikah disyaratkan untuk memberikan mahar kepada sang istri karena mahar adalah tanda kesungguhan sang calon suami untuk menikahi calon istrinya.
Perhatikan deh firman Allah SWT berikut ini :

“Berikanlah mahar (maskawin) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang wajib. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mahar itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.”        

(Qs. An-Nisa’ : 4)

Naah tuuh, mahar adalah PEMBERIAN YANG WAJIB, yang diberikan oleh sang calon suami kepada calon istri, BUKAN dari calon istri kepada calon suami.
Jadi, ayo kita sebagai Umat Islam berusaha untuk meninggalkan budaya-budaya yang tidak sesuai dengan ajaran agama Islam.

Kasihan juga kan kalau seorang wanita yang kurang mampu (dalam hal ekonomi) tidak bisa menikah hanya karena tidak memiliki harta yang cukup untuk 'membeli' sang calon suami. Jadi, gag usahlah pake 'uang beli' segala. hehe

Mohon dikoreksi jika ada kesalahan... ^^

Wallahu 'alam.

1 comment:

  1. siapa bilang mas, sumbernya orang pariaman atau gak? klo bisa untuk ngepost di blog sumbernya yang bisa dipercaya lah,
    emang iya sih yang terlihat itu dari pihak istri yang membayar ke pihak suami,tapi Proses lamaran tetap dilakukan oleh pihak pria kepada wanita kok,
    dan dalam kenyataannya setelah ada uang "japuik" untuk pihak suami,

    maka disaat kegiatan yang namanya "manjalang" yaitu ketika pihak istri datang ke rumah pihak suami, dan disanalah bakal ada uang "hilang" yang diberikan ke pihak istri, entah itu cincin emas, gelang, kalung, dan sebagainya.
    malahan jumlahnya hampir sama atau lebih besar dengan yang diberikan pihak istri.

    nah disinilah letaknya uniknya budaya tersebut, dimana dari sinilah awal timbulnya rasa erat atau saling memiliki dari pihak suami maupun pihak istri.

    karena kami juga mengetahui "tapuak ndak mungkin sabalah tangan" atau dalam bahasa indonesia bertepuk tidak akan bisa dengan sebelah tangan.

    nah maaf mas kpanjangan, mngkin segini yang bisa saya sampaikan, tetapi sejarahnya lagi bakal panjang mah, klo dikaji dari mana asal budaya tersebut.

    sekian dari awak, anak pariaman, dari teknik Elektro ITB 2010,

    *maaf ketemu postingan ketika googling ngenai uang bajapuik

    ReplyDelete