Friday, August 17, 2012

Tentang Hati Manusia

 
Abu Sa’id ra mengatakan, bahwa Rasulullah saw bersabda:
Hati manusia ada empat ; 1. hati yang bersih di dalamnya terang bagaikan lampu, 2. Hati yang tertutup dan terikat tutupnya, 3. Hati yang tengkurap, 4. Hati yang berlapis-lapis. Adapun hati yang bersih maka itu adalah hati orang mukmin, lampunya ialah cahaya imannya. Adapun hati yang tertutup adalah hati orang kafir. Adapun hati yang tengkurap adalah hati orang munafik yang asli, ia mengetahui kemudian mengingkarinya. Adapun hati yang berlapis, maka hati yang ada iman dan nifak, perumpamaan iman di dalamnya bagaikan biji yang disirami air yang baik dan contoh nifak bagaikan luka yang mengeluarkan darah dan nanah, maka benda yang mana lebih banyak (kuat mengalahkan yang lain)

Berkata Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyah dalam kitabnya Ighatsatul Lahfan min masyayidisy Syaithan (Bekalan/Senjata untuk melumpuhkan godaan-godaan Syetan), bahwasanya hati (qalbun) itu ada tiga, yaitu:
  1. Qolbun Salim, yaitu hati yang sehat/selamat. Itulah hatinya orang-orang yang beriman
  2. Qalbun Maridh, yaitu hati yang sakit. Itulah hatinya orang-orang munafik.
  3. Qalbun Mayyit, yaitu hati yang mati. Itulah hatinya orang-orang yang kafir atau musyrik.
Orang-orang beriman wajib memelihara hatinya agar senantiasa selamat,karena sesungguhnya bagian anggota tubuhnya yang paling penting ialah hatinya.

Berkata Imam Al-Ghazali dalam Ihya ‘Ulumuddin, “Sesungguhnya perumpamaan hati di dalam tubuh manusia seperti kepala negara bagi satu negara. Apabila hati baik maka baiklah tubuh badan itu. Apabila dia rusak maka rusaklah seluruh tubuh badan. Demikian pula halnya kepala Negara, apabila kepala negaranya baik dan sholeh maka baik dan sholehlah negaranya.”
Rasulullah saw bersabda:
Ingatlah, sesungguhnya di dalam tubuh badan manusia ada segumpal daging, apabila segumpal daging itu baik maka baiklah seluruh tubuh manusia dan apabila dia rusak maka rusaklah seluruh tubuh manusia. Ketahuilah, bahwa dia itu adalah hati.” (HR. Bukhari)

Untuk memelihara hati agar ia tetap sehat dan bertambah sehat serta istiqomah dalam iman dan taqwa, dan menjadikan hati yang sakit dan mati menjadi sehat dan hidup, maka obatnya ialah Al-Qur’an. Firman Allah swt QS. Yunus, ayat 57-58. dan Al-Isra’, ayat 82.

“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (QS. Yunus, 10:57-58)

Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (QS. Al-Isra’, 17:82)
Wallahua’lam… 

Dari hasil kajian oleh Ust. Abu Muhammad Jibriel Abdul Rahman

Thursday, August 16, 2012

Tentang Hak

Islam memerintahkan untuk menyampaikan hak kepada yang berhak dan melarang untuk menahan atau mengganggu hak orang lain. Hak dalam berkeluarga, ketika semua orang mengetahui haknya masing-masing dan hak orang lain atasnya. maka tidak akan lagi ada konflik dan kekerasan dalam rumah tangga.

Ketika anak perempuan telah dewasa dan dinikahkan dengan seorang laki-laki, maka orang tuanya harus merelakan putrinya untuk berkidmat kepada suami.

Ketika hak suami dan hak orang tua berbenturan, manakah yang harus didahulukan? Maka hak suamilah yang utama dan harus didahulukan dari pada hak yang lainnya. Rosulullah -shollahu 'alaihi wasallam- bersabda :

لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لأَحَدٍ لأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا لِمَا عَظَّمَ اللَّهُ مِنْ حَقِّهِ عَلَيْهَا

Artinya : "Jikalah aku berhak memerintah seseorang untuk bersujud kepada orang lain, maka aku akan memerintahkan wanita untuk bersujud kepada suaminya karena Allah telah mengagungkan hak suami atasnya." (HR Ahmad dan Baihaqi)

Hak Allah adalah hak yang paling utama dan semua hak, dan setelahnya adalah hak suami atas istri karena Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- menjadikan hak suami atas istri setelah hak Allah atasnya, dan karena sujud tidaklah boleh dilakukan kecuali kepada Allah.

'Aisyah -radhiyallahu 'anha- pernah bertanya kepada Nabi -sholallahu 'alaihi wasallam- :

أَيّ النَّاس أَعْظَم حَقًّا عَلَى الْمَرْأَة ؟ قَالَ : زَوْجهَا . قُلْت : فَعَلَى الرَّجُل ؟ قَالَ : أُمّه

Artinya : "Hak siapakah yang paling utama atas wanita? beliau bersabda : (hak) suaminya. Aku (Aisyah) bertanya : dan atas laki-laki? beliau bersabda : ibunya." (HR Ahmad dan An-Nasai dan dishahihkan oleh Al-Hakim)

Pada hadist di atas telah dijelaskan bahwa hak suami adalah paling utama atas wanita/istri. dan hak ibu adalah paling utama atas laki-laki. dan setelah itu baru hak-hak yang lainnya.

Read more: http://www.artikelislami.com/2010/09/hak-suami-lebih-utama-dari-orang-tua.html#ixzz23iwxG9IP

Saturday, August 11, 2012

Cinta Tak Pernah Meminta untuk Menanti, Karena Pemuda Itu Adalah Dirimu

Kisah ini diambil dari buku Jalan Cinta Para Pejuang, Salim A.Fillah chapter aslinya berjudul “Mencintai sejantan ‘Ali”

Ada rahasia terdalam di hati ‘Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah, karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya. Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya. Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta. Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya.Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn ’Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya! Maka gadis cilik itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Ka’bah. Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam. Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali. Mengagumkan!

‘Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta. Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakr Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.
”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali.
Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakr. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakr lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakr menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara ’Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya.
Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakr; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab.. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ’Ali. Lihatlah berapa banyak budak Muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakr; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud.. Dan siapa budak yang dibebaskan ’Ali? Dari sisi finansial, Abu Bakr sang saudagar, insya Allah lebih bisa membahagiakan Fathimah.
’Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin. ”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ’Ali.
”Aku mengutamakan Abu Bakr atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.”
Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.

Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu.
Lamaran Abu Bakr ditolak. Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri. Ah, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu Bakr mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum Muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh- musuh Allah bertekuk lutut.
’Umar ibn Al Khaththab. Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah. ’Umar memang masuk Islam belakangan, sekitar 3 tahun setelah ’Ali dan Abu Bakr. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ’Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu, ’Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, ”Aku datang bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan ’Umar..”

Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah. Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ’Umar melakukannya. ’Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam. Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi.’Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah. ”Wahai Quraisy”, katanya. ”Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!” ’Umar adalah lelaki pemberani. ’Ali, sekali lagi sadar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak. ’Umar jauh lebih layak. Dan ’Ali ridha.
Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan. Itulah keberanian. Atau mempersilakan. Yang ini pengorbanan.
Maka ’Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran ’Umar juga ditolak.
Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti ’Utsman sang miliarderkah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri.
Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adzkah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn ’Ubaidah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?

”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan. ”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi.. ”
”Aku?”, tanyanya tak yakin.
”Ya. Engkau wahai saudaraku!”
”Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?”
”Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”

’Ali pun menghadap Sang Nabi. Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah. Ya, menikahi. Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang. (Seusia denganku nich...)

”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan- pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya. Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!” Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi.

Dan ia pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak. Itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan.

”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?”
”Entahlah..”
”Apa maksudmu?”
”Menurut kalian apakah ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!”
”Dasar tolol! Tolol!”, kata mereka,
”Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya !”
Dan ’Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan ke kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang.
Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakr, ’Umar, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang. Bukan janji-janji dan nanti-nanti.

’Ali adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, “Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!” Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggung jawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti ’Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian.

Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi, dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah) Fathimah berkata kepada ‘Ali, “Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali jatuh cinta pada seorang pemuda ”
‘Ali terkejut dan berkata, “kalau begitu mengapa engkau mau manikah denganku? dan Siapakah pemuda itu?”
Sambil tersenyum Fathimah berkata, “Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu” 
 Ya Allah romantis bangeet :-)

Kemudian Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memerintahkan aku untuk menikahkan Fatimah puteri Khadijah dengan Ali bin Abi Thalib, maka saksikanlah sesungguhnya aku telah menikahkannya dengan maskawin empat ratus Fidhdhah (dalam nilai perak), dan Ali ridha (menerima) mahar tersebut.”

Kemudian Rasulullah saw. mendoakan keduanya:
“Semoga Allah mengumpulkan kesempurnaan kalian berdua, membahagiakan kesungguhan kalian berdua, memberkahi kalian berdua, dan mengeluarkan dari kalian berdua kebajikan yang banyak.” (kitab Ar-Riyadh An-Nadhrah 2:183,bab4)

5 Usulan Revisi UU Migas Nomor 21 Tahun 2001 oleh BP Migas

TEMPO.CO, Jakarta

Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) mengajukan lima usulan terkait revisi Undang-Undang Migas Nomor 21 Tahun 2001. "Kami diminta DPR memberi masukan. Ada 5 pilar yang kami sampaikan," kata Deputi Pengendalian Operasional BP Migas Gde Pradyana.
Pertama adalah memperbaiki organisasi melalui tata kelola yang lebih baik. BP Migas mengusulkan adanya dewan pengawas untuk memudahkan operasionalisasi sehari-hari. Kedua yaitu memperbesar partisipasi daerah. Nantinya, menurut Gde, partisipasi daerah tidak hanya dalam bentuk kepemilikan saham, tapi juga pemberdayaan masyarakat.
Poin usulan ketiga, adanya Lex Spesialis. Sejak berlakunya desentralisasi, Lex Spesialis hanya diatur dalam bentuk instruksi Presiden. "Kalau bisa dalam bentuk undang-undang kan bisa lebih kuat nantinya," ujar dia.
Usulan keempat yaitu keberpihakan pada perusahaan nasional. Ini bisa berkaitan dengan perpanjangan wilayah kerja, pemberian payung hukum, mendahulukan perusahaan nasional dalam lelang, dan menggunakan perbankan nasional untuk pembayaran dan pembelanjaan.
Dalam poin kelima, BP Migas mengusulkan dana migas (petroleum fund). BP Migas selama ini merasa penawaran wilayah kerja pada investor kurang diminati, sebab data survei yang dilakukan pemerintah kurang lengkap sehingga memperbesar tingkat spekulasi potensi produksi migas. "Mudah-mudahan dengan adanya revisi undang-undang migas ini akan cukup mencari potensi baru sebelum blok-blok ditawarkan," ujarnya.
Selain itu, dengan dana migas ini diharapkan 5 persen dari penerimaan migas negara bisa diinvestasikan kembali untuk mencari data migas. Selama ini, anggaran pemerintah untuk survei data masih kecil.
ROSALINA

Perseteruan gas Indonesia : Divisi Kajian Energi HMTM Patra ITB

Sektor keenergian Indonesia kembali menjadi sorotan publik. Belum cukup kontroversi kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu, sekarang giliran gas negara yang menuai konflik. Singkat cerita terdapat saling “adu sikut” antara 2 lembaga yang berkecimpung dalam sektor energi yaitu Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) dan PT PGN (Perusahaan Gas Negara) Tbk terkait harga jual Gas.

      PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) adalah sebuah BUMN yang bergerak di bidang transmisi dan distribusi gas bumi. PGN ini mempunyai dua peran dalam sektor industri gas. Pertama adalah sebagai niaga (trader) dalam sektor hilir di mana PGN berperan memasarkan gas ke pelanggan di pasaran. Kedua adalah peran sebagai transporter yang juga didukung oleh akses PGN ke sebagian besar pipa transmisi gas.

      Di negara Indonesia terdapat ketidakseimbangan harga jual gas antara sektor hulu dan hilir seperti dilansir oleh R. Priyono selaku Kepala BP Migas “Saat ini masih ada perusahaan hulu yang menjual gas-nya di harga USD 2-3 per MMBTU. Sementara distributor gas menjual di harga USD 8-9 per MMBTU. Range yang begitu besar ini membuat terjadi ketimpangan di sini dan industri hulu semakin malas masuk ke Indonesia, karena biaya eksplorasi semakin tinggi dari tahun ke tahun.” Menurut WAMEN ESDM Rudi Rubiandini harga jual ideal gas di sektor hulu adalah sekitar USD 6-8 per MMBTU. Beliau juga menambahkan “Kami menghimbau PGN maupun PT Pertamina Gas (Pertagas) yang selama ini, mungkin sudah menikmati keuntungan yang cukup besar dari range harga itu, agar kini lebih menekan target keuntungannya. Semua demi perekonomian Indonesia."

      Harga jual gas di sektor hulu sudah direvisi dengan tercapainya kesepakatan antara BP MIGAS dengan KKKS (Kelompok Kontrak Kerja Sama) Conoco Philipis. Namun dari pihak PGN selaku perusahaan yang beroperasi juga di sektor hilir mengajukan juga kenaikan harga jual gas di sektor hilir sebesar 55%. Ajuan PGN ini sudah pernah disetujui oleh BP MIGAS. Menurut Muhammad Said Didu selaku pengamat BUMN "PGN ini dipaksa oleh BP Migas untuk menyetujui kenakan harga dari ConocoPhilips ke PGN sebesar 203% atau dari yang awalnya US$ 1,85 per mmbtu menjadi US$ 5,61-US$ 6,5 per MMBTU.”

        Pada kenyataanya rencana kenaikan harga jual gas sebesar 55% di sektor hilir menuai protes keras dari kalangan industri. BP MIGAS pun akhirnya merevisi kenaikan menjadi hanya sebesar 50% dan bersifat bertahap. Hal ini membuat PGN merasa diberlakukan tidak adil. Said juga menyangangkan putusan BP MIGAS  yang merevisi kenaikan harga yang sudah dijanjikan “Namun nyatanya ketika disetujui PGN, kenaikan harga PGN dijegal pemerintah yang hanya memperbolehkan kenaikan harga 50%, itupun bertahap (1 September sebesar 35% dan 1 April 2013 sebesar 15%).”

        Tanggapan BP Migas mengenai hal ini justru membawa konflik ke tingkat yang lebih intens. Menurut BP MIGAS, PGN sudah menerima marjin keuntungan yang besar dari sektor hilir di mana harga jual gas terlampau sangat tinggi dibanding dengan sektor hulu. BP MIGAS juga mengkritik dualisme peran PGN seperti dikemukakan Deputi Pengendali Operasi BP Migas Gde Pradnyana “Peran ganda PGN sebagai transporter dan trader harusnya dapat dikurangi. Misalnya dengan membatasi volume gas PGN melalui pipa transmisi, sehingga penjual lain bisa masuk ikut menggunakan pipa tersebut dengan hanya membayar toll-fee saja kepada PGN”

        Di tengah panasnya perseturuan dua pihak ini muncul juga sebuah konspirasi yang dialamatkan kepada PGN oleh BP MIGAS. BP MIGAS menuding bahwa PGN dengan kuasanya atas sebagian besar transmisi pipa gas di Indonesia telah melakukan monopoli, sehingga aliran gas ke perusahaan lain nampak dipersulit oleh PGN, walaupun secara historis pipa gas PGN sudah open accsess terhitung sejak tahun 1997.

        Permasalahan ini sekarang masih dikaji oleh kedua belah pihak dan mudah-mudahan bisa segera selesai tanpa merugikan pihak manapun, terutama rakyat sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD 1945 dan tujuan UU No 30 th 2007 tentang Energi bahwa energi dan kekayaan alam dikelola untuk sebesar-besanya kesejahteraan rakyat.


Divisi Kajian Energi
Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan (HMTM Patra)
Institut Teknologi Bandung
2012/2013

Friday, August 10, 2012

Senyum Anak-Anak Ciroyom :-)


Sebagai seorang manusia, kita dituntut untuk berilmu karena dengan berilmu kita akan mendapatkan banyak faedah. Di dalam firman-Nya, Allah SWT akan meninggikan derajat orang-orang yang berilmu. Bahkan, menuntut ilmu merupakan salah satu jalan kemudahan menuju syurga-Nya kelak.
"Barang siapa berjalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke syurga."(HR Muslim)

Sebenarnya bagaimana hukum menuntut ilmu bagi seorang muslim??
Imam al-Qurthubi rahimahullaah menjelaskan bahwa hukum menuntut ilmu terbagi dua:

Pertama, hukumnya WAJIB, seperti menuntut ilmu tentang shalat, zakat, dan puasa. Inilah yang dimaksudkan dalam riwayat yang menyatakan bahwa menuntut ilmu itu (hukumnya) wajib.

Kedua, hukumnya FARDHU KIFAYAH, seperti menuntut ilmu tentang pembagian berbagai hak, tentang pelaksanaan hukum hadd (qishas, cambuk, potong tangan dan lainnya), cara mendamaikan orang yang bersengketa, dan semisalnya. Sebab, tidak mungkin semua orang dapat mempelajarinya dan apabila diwajibkan bagi setiap orang tidak akan mungkin semua orang bisa melakukannya, atau bahkan mungkin dapat menghambat jalan hidup mereka. Karenanya, hanya beberapa orang tertentu sajalah yang diberikan kemudahan oleh Allah dengan rahmat dan hikmah-Nya. Menuntut ilmu tentang keilmuan khusus tertentu yang berkaitan dengan kemaslahatan umat hukumnya juga fardhu kifayah. Misalkan belajar ilmu astronomi, fisika, manajemen, planologi, perminyakan, pertambangan, dan sebagainya.

Jadi, selama masih diberi kesempatan, kita harus bisa menuntut ilmu apapun dan mengamalkannya dalam kehidupan kita sehari-hari.

Pentingnya menuntut ilmu juga sangat disadari oleh anak-anak luar biasa yang berada di kawasan Pasar Ciroyom Bandung. Saya katakan mereka sangat luar biasa karena mampu bertahan dalam kehidupan jalanan yang keras. Ya, mereka adalah komunitas "anak-anak jalanan" yang sangat luar biasa. Dengan dibantu oleh kakak-kakak relawan yang juga luar biasa, mereka rutin belajar bersama di Rumah Belajar Sahaja yang diasuh oleh beberapa mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi di Bandung. Sebagian besar dari anak-anak jalanan di sana sudah putus sekolah karena permasalahan ekonomi. Padahal, sebagian besar dari mereka masih berusia setingkat anak SMP dan SD. Namun, mereka harus melepas "hak" mereka untuk belajar di sekolah formal agar bisa bertahan dalam ganasnya hidup dengan mengamen atau berdagang asongan. Mereka pun rela tidur berdesakan dengan kawan-kawannya di sebuah "gubuk mungil" yang ada di samping pasar Ciroyom yang kumuh. Namun, semangat mereka untuk menatap hidup yang lebih cerah masih tersirat dengan indah di wajah-wajah lugu mereka. Setiap hari Sabtu dan Minggu sore, mereka belajar bersama di atap gedung pasar yang sudah tidak terpakai dengan ditemani kakak-kakak Rubel Sahaja.

Pada saat beberapa minggu yang lalu saya berkunjung ke sana (atap gedung pasar) tampak terlihat Kak Dila (pengasuh, mahasiswa Matematika ITB) dkk sedang mengajari anak-anak Rubel Sahaja ilmu bisnis. Rupanya, mereka akan berjualan makanan untuk berbuka puasa di sekitar pasar, alun-alun kota, dan di dalam kereta. Dengan sangat sabar Kak Dila menjelaskan teknik berjualan yang baik agar dagangan cepat laku. Anak-anak yang laki-laki pun siap untuk berjualan makanan berbuka puasa dengan cara yang baik, sedangkan yang perempuan terlihat lihai membuat laporan keuangan yang digunakan untuk mencatat segala pemasukan dari hasil berjualan. Antusiasme anak-anak sungguh luar biasa ketika mereka menyiapkan makanan yang telah dipesan sebelumnya oleh Kak Dila dkk. Ada yang berlomba menghias kardus dagangan, belajar berteriak saat jualan,  ada juga yang sekadar mengobrol.

Setelah makanan yang akan dijual siap semua, Kak Dila dengan mengendarai mobil mengantar anak-anak yang sudah siap dengan jualannya ke spot-spot yang telah ditentukan untuk berjualan. Sungguh ceria anak-anak itu :) Rasa salut saya tujukan untuk Kak Dila dkk.

Saya bersyukur bisa bertemu dan mengobrol dengan anak-anak luar biasa tersebut. Mereka yang masih kecil, lugu, dan polos masih bersemangat untuk menuntut ilmu dengan kondisi yang cukup memprihatinkan. Senyum mereka sungguh membuatku terpaku, terpukau, dan terharu, seolah mereka memberikan pesan bahwa MEREKA ITU ADA.

Yang cukup menarik adalah perkataan dari seorang anak yang bernama Ridwan :
"Biarkan orang lain mengatakan kami ini sampah masyarakat, tapi kami tak peduli. Yang menjadi sampah masyarakat bukanlah kami, tapi MEREKA PARA KORUPTOR yang telah merenggut hak-hak kami."

Perkataan Dek Ridwan benar, kalian adalah para pejuang yang luar biasa.
Moga kalian bisa mendapatkan kesempatan yang lebih luas untuk menuntut ilmu.

Doakan kakak-kakak yang berkesempatan untuk belajar di sekolah formal bisa menggunakan ilmunya dengan bijaksana dan tidak menjadi sampah masyarakat yang serakah memakan uang negara dan tidak peduli dengan anak-anak seperti kalian.

Yang mau berjumpa dengan anak-anak luar biasa tersebut dapat menuju ke atap gedung pasar Ciroyom yang sudah tidak terpakai, setiap hari Sabtu-Minggu sore.

“Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan ? Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikanNya telinga mereka, dan dibutakanNya penglihatan mereka.” (QS Muhammad :22-23).