Saturday, August 11, 2012

Perseteruan gas Indonesia : Divisi Kajian Energi HMTM Patra ITB

Sektor keenergian Indonesia kembali menjadi sorotan publik. Belum cukup kontroversi kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu, sekarang giliran gas negara yang menuai konflik. Singkat cerita terdapat saling “adu sikut” antara 2 lembaga yang berkecimpung dalam sektor energi yaitu Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) dan PT PGN (Perusahaan Gas Negara) Tbk terkait harga jual Gas.

      PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) adalah sebuah BUMN yang bergerak di bidang transmisi dan distribusi gas bumi. PGN ini mempunyai dua peran dalam sektor industri gas. Pertama adalah sebagai niaga (trader) dalam sektor hilir di mana PGN berperan memasarkan gas ke pelanggan di pasaran. Kedua adalah peran sebagai transporter yang juga didukung oleh akses PGN ke sebagian besar pipa transmisi gas.

      Di negara Indonesia terdapat ketidakseimbangan harga jual gas antara sektor hulu dan hilir seperti dilansir oleh R. Priyono selaku Kepala BP Migas “Saat ini masih ada perusahaan hulu yang menjual gas-nya di harga USD 2-3 per MMBTU. Sementara distributor gas menjual di harga USD 8-9 per MMBTU. Range yang begitu besar ini membuat terjadi ketimpangan di sini dan industri hulu semakin malas masuk ke Indonesia, karena biaya eksplorasi semakin tinggi dari tahun ke tahun.” Menurut WAMEN ESDM Rudi Rubiandini harga jual ideal gas di sektor hulu adalah sekitar USD 6-8 per MMBTU. Beliau juga menambahkan “Kami menghimbau PGN maupun PT Pertamina Gas (Pertagas) yang selama ini, mungkin sudah menikmati keuntungan yang cukup besar dari range harga itu, agar kini lebih menekan target keuntungannya. Semua demi perekonomian Indonesia."

      Harga jual gas di sektor hulu sudah direvisi dengan tercapainya kesepakatan antara BP MIGAS dengan KKKS (Kelompok Kontrak Kerja Sama) Conoco Philipis. Namun dari pihak PGN selaku perusahaan yang beroperasi juga di sektor hilir mengajukan juga kenaikan harga jual gas di sektor hilir sebesar 55%. Ajuan PGN ini sudah pernah disetujui oleh BP MIGAS. Menurut Muhammad Said Didu selaku pengamat BUMN "PGN ini dipaksa oleh BP Migas untuk menyetujui kenakan harga dari ConocoPhilips ke PGN sebesar 203% atau dari yang awalnya US$ 1,85 per mmbtu menjadi US$ 5,61-US$ 6,5 per MMBTU.”

        Pada kenyataanya rencana kenaikan harga jual gas sebesar 55% di sektor hilir menuai protes keras dari kalangan industri. BP MIGAS pun akhirnya merevisi kenaikan menjadi hanya sebesar 50% dan bersifat bertahap. Hal ini membuat PGN merasa diberlakukan tidak adil. Said juga menyangangkan putusan BP MIGAS  yang merevisi kenaikan harga yang sudah dijanjikan “Namun nyatanya ketika disetujui PGN, kenaikan harga PGN dijegal pemerintah yang hanya memperbolehkan kenaikan harga 50%, itupun bertahap (1 September sebesar 35% dan 1 April 2013 sebesar 15%).”

        Tanggapan BP Migas mengenai hal ini justru membawa konflik ke tingkat yang lebih intens. Menurut BP MIGAS, PGN sudah menerima marjin keuntungan yang besar dari sektor hilir di mana harga jual gas terlampau sangat tinggi dibanding dengan sektor hulu. BP MIGAS juga mengkritik dualisme peran PGN seperti dikemukakan Deputi Pengendali Operasi BP Migas Gde Pradnyana “Peran ganda PGN sebagai transporter dan trader harusnya dapat dikurangi. Misalnya dengan membatasi volume gas PGN melalui pipa transmisi, sehingga penjual lain bisa masuk ikut menggunakan pipa tersebut dengan hanya membayar toll-fee saja kepada PGN”

        Di tengah panasnya perseturuan dua pihak ini muncul juga sebuah konspirasi yang dialamatkan kepada PGN oleh BP MIGAS. BP MIGAS menuding bahwa PGN dengan kuasanya atas sebagian besar transmisi pipa gas di Indonesia telah melakukan monopoli, sehingga aliran gas ke perusahaan lain nampak dipersulit oleh PGN, walaupun secara historis pipa gas PGN sudah open accsess terhitung sejak tahun 1997.

        Permasalahan ini sekarang masih dikaji oleh kedua belah pihak dan mudah-mudahan bisa segera selesai tanpa merugikan pihak manapun, terutama rakyat sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD 1945 dan tujuan UU No 30 th 2007 tentang Energi bahwa energi dan kekayaan alam dikelola untuk sebesar-besanya kesejahteraan rakyat.


Divisi Kajian Energi
Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan (HMTM Patra)
Institut Teknologi Bandung
2012/2013

No comments:

Post a Comment